Wednesday, November 11, 2015

Desember Ini, 450 Tenaga Asing Antre Masuk Surabaya

Mulai akhir tahun ini tepatnya pada 31 Desember 2015, Indonesia akan resmi memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Salah satu dampaknya adalah persaingan terbuka antara tenaga kerja lokal (TKL) dengan tenaga kerja asing (TKA).

Saat ini ada delapan sektor profesi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah boleh dimasuki oleh TKA. Sedangkan untuk Surabaya, saat ini sudah ada 450 warga negara asing (WNA) yang sudah antre mendaftar untuk masuk dan bekerja di Kota Pahlawan. Delapan profesi yang diincar TKA tersebut adalah insinyur, tenaga medis, tenaga pariwisata, akuntan, arsitek, tenaga pendidikan, tenaga bidang komunikasi, industri jasa dan industri perdagangan.

Kepala Bidang Penempatan, Pembinaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya, Irna Pawanti membenarkan bahwa baru delapan sektor profesi itulah yang sudah dibuka negosiasinya oleh pemerintah. "Tidak semua memang, saat ini yang diatur untuk dibolehkan baru delapan itu. Saat ini di Surabaya, setidaknya sudah ada 450 tenaga kerja asing yang sudah mendaftar dan antre untuk dipekerjakan,” terang Irna, kemarin (11/11). http://kursrupiah.net/category/ekonomi/

Wanita berkerudung ini menyebutkan bahwa sebenarnya total TKA yang ada di Surabaya saat ini ada 2000 orang. Namun, di antara mereka hanya ada 400 orang yang benar-benar bekerja dan tinggal di Surabaya. Sedangkan sisanya merangkap menjadi tenaga kerja di banyak kota selain di Surabaya.

Meski demikian, Irna menjelaskan bahwa hanya TKA yang tinggal dan bekerja di Surabaya saja yang wajib membayar retribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) sebesar USD 100 per orang per bulan. Sedangkan jika TKA itu bekerja di lebih dari satu kota atau kabupaten, maka retribusinya dibayarkan langsung ke provinsi.

Lebih lanjut dia mengakui bahwa menjelang era MEA, pengaruhnya cukup terlihat. Yaitu adanya peningkatan jumlah peminat TKA di Surabaya. Menurut dia, peminat TKA terbanyak berasal dari Malaysia dengan field interest sebagai tenaga pendidikan. "Yang ngeri itu kalau dari etnis India. Mereka itu kerap menggulirkan isu pada dunia industri bahwa satu orang dari mereka bisa menggantikan lima orang tenaga lokal. Mereka juga mau dibayar lebih murah. Misal kalau lima orang pekerja lokal dibayar Rp 3,5 juta, ia mau dibayar Rp 3 juta saja,” terang Irna.



Dia menjelaskan bahwa saat era MEA tiba, pemerintah tidak bisa melarang industri atau perusahaan untuk merekrut TKA. Namun, pemerintah berperan untuk membatasi jumlah mereka untuk melindungi tenaga lokal. Salah satunya dengan mewajibakan industri atau lembaga yang memekerjakan TKA untuk membayar retribusi berbentuk IMTA.

Selain itu, para TKA juga diwajibkan untuk memberi diklat pada tenaga kerja pendamping dari lokal. TKA juga harus memiliki sertifikat keahlian. "Selain itu, untuk melindungi tenaga kerja lokal agar punya bargaining dengan tenaga kerja lain, maka kita adakan sertifikasi. Seperti saat ini, kami masih punya kuota sebanyak 300 orang untuk disertifikasi di bidang TIK, otomotif dan las listrik sampai akhir tahun ini,” ulasnya.
(ima/jay/radarsby)

0 comments

Post a Comment